PERCOBAAN (POGING)
a. perlunya percobaan kejahatan dipidana:
Percobaan:
Ø Usaha hendak berbuat:
- orang yang telah mulai berbuat (untuk mencapai suatu tujuan) yang mana
perbuatan itu tidak menjadi selesai.
- Syaratnya perbuatan itu telah dimulai (bukan hanya sekedar niat semata)
Contoh: hendak menebang pohon (tujuannya adalah robohnya pohon tsb), orang itu
telah mulai menebang 3 atau 4 kali.
Ø Melakukan sesuatu dalam keadaan diuji:
- Melakukan perbuatan dalam hal untuk menguji suatu kajian tertentu dibidang
ilmu pengetahuan tertentu.
Contoh: percobaan mengembangkan jenis udang laut, percobaan obat tertentu
Menurut Wirjono Projodikoro: percobaan (poging) berarti suatu
usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum tercapai.
Jonkers menyatakan: mencoba berarti berusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi
tidak tercapai.
Dalam UU tidak dijumpai adanya pengertian Percobaan. (Pasal 53 (1) KUHP hanya
merumuskan syarat-syaratnya untuk dapat dipidananya bagi orang yang melakukan
percobaan kejahatan.
Perlunya Percobaan Kejahatan dipidana adalah:
walaupun kejahatan itu tidak terselesaikan secara sempurna:
(1) pada orang yang mempunyai niat jahat untuk melakukan kejahatan yang telah
memulai melaksanakannya (sudut subyektif);
(2) pada wujud perbuatan nyata dari orang itu yang berupa permulaan pelaksanaan
(sudut obyektif) dari suatu kejahatan;
dipandang telah membahayakan suatu kepentingan hukum yang dilindungi UU.
(AGAR NIAT JAHAT ORANG ITU TIDAK BERKEMBANG LEBIH JAUH)
Menurut Jonkers: mengancam pidana pada percobaan adalah
bertujuan untuk pemberantasan kehendak yang jahat (niat) yang ternyata dalam
perbuatan2.
Apabila tidak dirumuskan tersendiri dalam Pasal 53, maka si
pembuat yang tidak menyelesaikan kejahatannya dengan sempurna tidak dapat
dipidana. (dengan maksud membunuh laki2 yang dibenci karena berselingkuh dengan
isterinya, dengan menabrak mobil tetapi tidak mati hanya luka berat)
b. apakah percobaan merupakan delik yang berdiri sendiri?
Percobaan bukanlah delik yang berdiri sendiri. Hal ini dibuktikan bahwa
percobaan diatur dalam Buku I KUHP yang mengatur tentang Ketentuan Umum.
Sehingga apabila seseorang dipersalahkan melakukan suatu percobaan, haruslah
dituduhkan pasal terhadap perbuatan yang dikehendaki.oleh karena pasal tersebut
tidak terpenuhi seluruh unsurnya disebabkan oleh tidak selesainya perbuatan
tersebut, maka pasal tentang percobaan merupakan pasal yang harus
diikutsertakan dalam surat dakwaan. Dengan demikian membuktikan bahwa pasal
tentang percobaan tidak mungkin didakwakan secara mandiri.
Kesimpulan:
Ø Percobaan bukan unsur tindak pidana
Ø Suatu delik yang tidak mempunyai bagian akhir.
Ø Percobaan bukan memperluas rumusan delik
Ø Percobaan bukan perluasan arti dari tindak pidana
Ø Percobaan bukan delik selesai (khusus dalam delik makar dirumuskan
sebagai delik selesai dan beridiri sendiri, meskipun perbuatan yang dituju
belum terlaksana).
Ø Perbedaan antara Makar dan Percobaan, terletak pada alasan tidak
selesainya perbuatan yang dikehendaki pelaku. Dalam Percobaan tidak selesainya
perbuatan yang menjadi kehendak pelaku karena semata-mata di luar kehendak
pelaku. Sedangkan dalam Makar tidak dipermasalahkan apakah tidak selesainya
perbuatan tersebut karena kehendak sukarela pelaku atau di luar kehendak si
pelaku.
Ø Tidak mungkin buku I KUHP didakwakan secara mandiri tanpa diikuti
dengan kejahatan yang dikehendaki.
c. syarat dipidananya pembuat percobaan kejahatan
syaratnya adalah:
1. Adanya Niat (voornemen);
Beberapa sarjana menganggap bahwa niat dalam kaitannhya dengan percobaan tidak
lain adalah sama dengan kesengajaan (baik kesengajaan sebagai maksud atau
tujuan; kesengajaan sebagai kepastian; dan kesengajaan sebagai kemungkinan).
Pendapat demikian dianut oleh D. Hazewinkel Suringa, Van Hamel, Van Hattum,
Jonkers, dan Van Bemmelen.
Pada hekikatnya niat termasuk juga seluruh kegiatan dalam pikiran si pelaku.
Termasuk rencana bagaimana kehendak itu akan dilaksanakan, akibat-akibat yang
mungkin akan timbul. Misal: niat untukmelakukan pembunuhan dengan memberikan
roti yangmengandung racun kepada seseorang, dalam hal ini termasuk juga
kesadarannya bahwa kemungkinan seluruh penghuni akan menjadi korban.
Kemungkinan orang lain menjadi korban termasuk pula apa yang disebut niat pada
syarat percobaan.
Jadi untuk memberikan pengertian niat sangatlah sulit, karena untuk mengetahui
niat seseorang sangat sulit diketahui, dan baru diketahui apabila orang
tersebut telah mewujudkan dalam perbuatan pelaksanaan ataupun sudah ada akibat
yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan tersebut.
2. Adanya permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering)
Dalam percobaan kejahatan terdapat dua ajaran yang saling berhadapan, yaitu
ajaran subyektif dan ajaran obyektif, yang berbeda dalam memandang hal
permulaan pelaksanaan:
1. ajaran subyektif: bertitik tolak dari niat (ukuran batin) si pembuat artinya
bahwa patutnya dipidana terhadap pencoba kejahatan adalah terletak pada niat
jahat orang itu yang dinilai telah mengancam kepentingan hukum yang dilindungi
UU (membahayakan kepentingan hukum).
2. ajaran obyektif bertitik tolak dari wujud perbuatannya, artinya bahwa patut
dipidananya terhadap pencoba kejahatan karena wujud permulaan pelaksanaan itu
telah dinilai mengancam kepentingan hukum yang dilindungi UU (membahayakan
kepentingan hukum).
Berdasarkan kedua ajaran tersebut dapat dikatakan bahwa:
1. menurut ajaran subyektif ada permulaan pelaksanaan adalah apabila dari wujud
perbuatan yang dilakukan telah nampak secara jelas niat atau kehendaknya untuk
melakukan suatu tindak pidana. Misal: orang yang tidak biasa berhubungan dengan
senjata tajam, suatu hari tiba-tiba mengasah pedang, dari wujud mengasah pedang
ini telah tampak adanya niat untuk melakukan kejahatan dengan pedang yang
diasah tersebut (membunuh orang).
2. menurut ajaran obyektif adanya permulaan pelaksanaan apabila dari wujud
perbuatan itu telah tampak secara jelas arah satu-satunya dari wujud perbuatan
ialah pada tindak pidana tertentu. Misal: seseorang dihadapan orang yang
dibencinya telah mengokang pistolnya dengan mengarahkan moncongsenjata itu ke
arah orang yang dibencinya. Perbuatan mengokang pistol dianggap merupakan
permulaan pelaksanaan dari kejahatan, sedangkan menarik pistol merupakan
perbuatan pelaksanaan pembunuhan.
Ada tiga wujud perbuatan:
Terbentuknya Niat (kehendak)
1. perbuatan persiapan
2. permulaan pelaksanaan
3. perbuatan pelaksanaan —— menghasilkan tindak pidana selesai/tidak
Jadi kunci untuk menentukan apakah terjadi percobaan kejahatan
ataukah belum, secara obyektif adalah pada perbuatan pelaksanaan (bukan pada
permulaan pelaksanaan) hal ini dapat dilihat dari bunyi “tidak selesainya
pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” arti
dan maksud pelaksanaan dalam kalimat itu adalah perbuatan pelaksanaan.
Contoh A hendak membunuh B
1. A pergi naik taksi menuju pasar
2. masuk ke sebuah toko
3. di toko itu A membeli pedang
4. A pulang ke rumahnya
5. A mengasah pedang hingga tajam
6. A menyimpan pedang di lemari
7. pada malam hari A dengan membawa pedang berjalan menuju rumah B
8. di depan rumah B A mengetuk pintu, dan dibukakan pintu oleh istri B, dan A
dipersilahkan masuk, A masuk dan duduk di salah satu kursi.
9. ketika B masuk ke ruang tamu dan duduk di kursi A cepat mencabut pedang
dibalik bajunya
10. A mengayunkan pedang ke arah leher B tapi mengenai bahu (istri B berteriak
minta tolong dan tetangga berdatangan hendak menolong, A melarikan diri)
dilihat dari lukanya tidak menyebabkan B meninggal.
Menurut ajaran subyektif:
Perbuatan membawa pedang yang telah diasah tajam dapat dinilai telah
menunjukkan adanya niat untuk melakukan pembunuhan terhadap B, sebab pada
perbuatan itu telah tampak adanya kehendak untuk membunuh. Pertimbangannya
adalah:
1. A tidak biasa berhubungan dengan senjata tajam
2. A telah mengasah tajam pedang itu
3. tidak lazim malam hari membawa pedang yang sebelumnya telah diasah tajam
menuju rumah orang yang telah dibencinya
perbuatan nomor 1-6 masuk perbuatan persiapan, sedangkan perbuatan menuju rumah
B sudah masuk dalam permulaan pelaksanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar